Jumat, 25 November 2011

Sertifikat














Etika Bisnis

Etika Bisnis

I. Pendahuluan

Dalam perekonomian pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak. Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis, meski perusahaan-perusahaan tersebut memiliki code of conduct dalam berbisnis yang harus dipatuhi seluruh organ di dalam organisasi. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan swasta, BUMN, dan instansi pemerintah juga masih lemah. Banyak perusahaan melakukan pelanggaran, terutama dalam pelaporan kinerja keuangan perusahaan.

Prinsip keterbukaan informasi tentang kinerja keuangan bagi perusahaan terdaftar di BEJ, misalnya seringkali dilanggar dan jelas merugikan para pemangku kepentingan (stakeholders),terutama pemegang saham dan masyarakat luas lainnya.Berbagai kasus insider trading dan banyaknya perusahaan publik yang di-suspend perdagangan sahamnya oleh otoritas bursa menunjukkan contoh praktik buruk dalam berbisnis. Belum lagi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam dengan alasan mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhitungkan daya dukung ekosistem lingkungan.

Bisa dibayangkan, dampak nyata akibat ketidakpedulian pelaku bisnis terhadap etika berbisnis adalah budaya korupsi yang semakin serius dan merusak tatanan sosial budaya masyarakat. Jika ini berlanjut, bagaimana mungkin investor asing tertarik menanamkan modalnya di negeri kita? Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang mengapa kesemua ini
terjadi? Apakah para pengusaha tersebut tidak mendapatkan pembelajaran etika bisnis di bangku kuliah? Apa yang salah dengan pendidikan kita, karena seharusnya lembaga pendidikan berfungsi sebagai morale force dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dalam berbisnis?

Padahal, sebenarnya penegakan etika bisnis juga menjadi tanggung jawab kita sebagai konsumen. Orangtua dapat mengajarkan etika bisnis di lingkungan keluarga dengan jalan memberi keteladanan pada anak dalam menghargai hak atas kekayaan intelektual (HaKI), misalnya dengan tidak membelikan mereka VCD, game software, dan produk bajakan
lain dengan alasan yang penting murah. Keenam, pendidik belum berperan sebagai model panutan dalam pengajaran etika bisnis. Misalnya masih sering kita mendapati fenomena orangtua siswa memberi hadiah kepada gurunya pada saat kenaikan kelas dengan alasan sebagai rasa terima kasih dan ikhlas.

II. Etika Bisnis

a. Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, kata Yunani ethos merupakan bentuk tunggal yang bisa memiliki banyak arti, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti adat kebiasaan. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika merupakan cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral, dalam hal ini standar-standar yang diaplikasikan dalam kehidupan dipertanyakan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal. untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat

b. Bisnis

suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja. Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan.

Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.

c. Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,institusi, dan perilaku bisnis.Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan kedalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada didalam organisasi.

D. Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan

Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata?

Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :

1. Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.

2. Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.

E. Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis

Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan

pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.

Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda. Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya

dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.

F. Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya

Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat. Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada.

Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif. Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.

G. Teknologi dan Etika Bisnis

Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan setumpuk persoalan etis baru yang menarik.

iii. Penutup

Semua pihak memiliki kepentingan dalam suatu kegiatan bisnis, terlihat di dalamnya karena ingin memperoleh keuntungan. Artinya dalam hal ini perusahaan tersebut tidak boleh merugikan hak dan kepentingan semua pihak terkait demi kesuksesan dan kelangsungan bisnis perusahaan. Hak dan kepentingan semua pihak harus diperhatikan dan dijamin. Dengan kata lain, perusahaan tersebut harus menjalani relasi bisnis yang baik dan etis dengan semua pihak terkait: jujur, bertanggung jawab dalam penwaran barang dan jasa, bersikap adil terhadap mereka, dan menguntungkan satu sama lain. Disinilah dapat terlihat bahwa prinsip-prinsip dalam etika bisnis menemukan tempat penerapannya yang paling konkret dan sangat sejalan dengan tujuan bisnis perusahaan, yaitu untuk memperoleh keuntungan.

Sumber :

Sumber:

1. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/etika-bisnis-dan-pendidikan.html

2. http://id.wikipedia.org/wiki/Etika



Kamis, 06 Oktober 2011

Agama Budha = Agama Islam

NAMA : VENNY SAGITA

KELAS : 4EB01

NPM : 21208254

Semua Agama yang ada di dunia ini adalah sama, dimana sebagai sesama manusia kita harus saling menghargai, oleh karena itu sebagai manusia kita harus memiliki etika serta etiket.

Di dalam blog ini penulis ingin memberi gambaran mengenai teori etika dari sudut pandang agama. Dima penulis ingin memberi gambaran mengenai 2 agama yang berbeda yaitu Agama Budha dan Agama islam.

Buddha mengajarkan dan mengharuskan bahawa setiap makhluk yang mempnyai perasaan memiliki akal atau kesadaran yang sifat asasnya adalah murni, tidak tercemar oleh pemesongan mental, kemunafikan, iri serta dengki. Kita dapat melihat sifat ini adalah tidak baik dan tidak sesuai dengan filosofi agama.

Dari sudut pandang ini, setiap makhluk hidup selalu berupaya untuk mencapai kesempurnaan. Dan juga, karana sifat akal adalah murni, bahwa semua aspek negatif pada akhirnya akan dapat dihapuskan darinya. Apabila sikap mental kita positif, tindakan-tindakan negatif dari tubuh dan ucapan akan berhenti dengan sendirinya. Kerana kita percaya bahawa setiap makhluk mempunyai perasaan dan mempunyai potensi tersebut, semua makhluk adalah sama; setiap orang berhak mendapat kebahagiaan dan mengatasi penderitaan. Cara hidup Buddhis pada keseluruhannya adalah berdasarkan prinsip menghormati kesejahteraan sesama makhluk. Itu merupakan sistem yang didasarkan pada amalan belas kasih sayang.

Dari sisi agama islam yang saya dapat dari rekan-rekan serta teman-teman mereka menjelaskan kepada saya bahawa Allah bersifat penyayang dan penuh belas kasihan, setiap Muslim yang taat adalah pada hakikatnya menyerahkan diri sepenuhnya kepada ideal kasih sayang yang meliputi sekelian alam. Ini bermakna bahawa kasih sayang Tuhan melimpah melalui segala tindakan orang-orang yang beriman. Amalan seperti ini jelas merupakan cara untuk memurnikan pemikiran dan nampaknya selari dengan apa yang dikatakan oleh Sang Buddha sendiri, betapa pentingnya menjalani hidup dengan cara yang beretika lagi penuh belas kasih sayang. Dengan demikian, dari sudut pandang Buddhisme, amalan Islam adalah jelas sebagai suatu jalan kerohanian yang boleh mencapai keselamatan.

Jelas sekali bahawa kasih sayang merupakan intipati ajaran agama, baik Islam maupun Buddhisme, seperti juga ia merupakan intipati ajaran tradisi keagamaan agung yang lain. Adalah harapan saya bahawa pengiktirafan prinsip asas yang dikongsi bersama ini akan menjadi asas bagi penganut-penganut agama Islam dan Buddha mengatasi rasa kewaspadaan terhadap satu sama lain lalu memupuk persahabatan yang bermanfaat berdasarkan sikap saling mempercayai. Sudah sampai masanya bagi para penganut agama-agama utama dunia bekerja sama untuk mewujudkan dunia yang lebih damai serta penuh dengan kasih sayang

Kamis, 31 Maret 2011

1ST CONDITIONAL

NAMA : VENNY SAGITA

KELAS : 3EB01

NPM : 21208254

We use the 1st Conditional in offers, suggestions, warnings and threats.

1. If I lose my job now I ...


would start a business of my own.


will take a long holiday and apply for a new job later.





2. If he calls me 'lazy' again I ...

won't ever help him again if he's in trouble.


go and tell his parents.



3. Philippa won't ever speak to me again if ...

I let her down now.


I would let her down now.



4. If the demand increases prices ...

rise.


will rise.



5. Our dog Gelert will start licking you if ...

you pat him on the back.


you will give it a cuddle.



6. Don't be offended. If Jane is annoyed she ...

will start yelling at people.


starts yelling at people.



7. If Jeremy doesn't answer the phone this time I ...

won't call again.


don't call again.


Bottom of Form